Abu Ali Al-Husein Ibn Abdullah Ibn Sina lahir di
Bukhara tahun 370 h/980 m. Ia dianggap seorang yang cerdas, karena dalam usia
yang sangat muda (17 Tahun) Ibnu Sina telah di kenal sebagai filosof dan dokter
terkemuka di Bukhara selain itu Ibnu Sina juga dikenal sebagai tokoh yang luar
biasa. Kecuali seorang ilmuwan ia juga dapat melakukan berbagai macam pekerjaan
dengan baik seperti dalam bidang kedokteran, pendidikan, penasehat politik,
pengarang dan bahkan menjadi waziar (mentri).
Sebagai ilmuwan
Ibnu Sina telah berhasil menyumbangkan buah pemikirannya dalam buku karangannya
yang berjumlah 276 buah. Diantara karya besarnya adalah Al-Syifa berupa
ensiklopedi tentang fisika, matematika dan logika. Kemudian Al-Qanur Al-Tabibb
adalah sebuah ensiklopedi kedokteran.
Menurut Ibnu
Sina pendidikan yang diberikan oleh nabi pada hakikatnya adalah pendidikan
kemanusiaan. Bahwa pemikiran pendidikan Ibnu Sina bersifat komprehensif.
Menurut Ibnu
Sina tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kebahagiaan (sa’adat) kebahagian
dicapai secara bertingkat, sesuai dengan tingkat pendidikan yang
dikemukakannya, yaitu kebahagiaan pribadi, kebahagiaan rumah tangga,
kebahagiaan masyarakat, kebahagian manusia secara menyeluruh dan kebahagian
akhir adalah kebahagian manusia di hari akhirat. Kebahagian manusia secara
menyeluruh menurut Ibnu Sina hanya akan mungkin dicapai melalui risalah
kenabian. Jadi para nabilah yang membawa manusia mencapai kebahagian secara
menyeluruh.
Dalam sejarah pemikiran islam, Ibnu Sina di kenal sebagai intelektual muslim yang banyak mendapat gelar. Ia lahir pada tahun 370 H. bertepatan dengan tahun 980 M, di Afshana, suatu daerah yang terletak di dekat bukhara, di kawasan Asia Tengah. Ayahnya bernama Abdullah dari Belkh, suatu kota yang termasyhur dikalangan orang-orang Yunani, kota tersebut sebagai pusat kegiatan polotik, juga sebagai pusat kegiatan intelektual dan keagamaan.
Dalam sejarah pemikiran islam, Ibnu Sina di kenal sebagai intelektual muslim yang banyak mendapat gelar. Ia lahir pada tahun 370 H. bertepatan dengan tahun 980 M, di Afshana, suatu daerah yang terletak di dekat bukhara, di kawasan Asia Tengah. Ayahnya bernama Abdullah dari Belkh, suatu kota yang termasyhur dikalangan orang-orang Yunani, kota tersebut sebagai pusat kegiatan polotik, juga sebagai pusat kegiatan intelektual dan keagamaan.
Adapun
Ibu Ibnu Sina bernama Astarah, berasal dari Afshana yang termasuk wilayah
Afganistan. Namun demikian, ia ada yang menyebutkan sebagai berkebangsaan
Persia, karena pada abad ke-10 M, wilayah Afganistanini termasuk daerah Persia.
Tampilnya Ibnu Sina selain sebagai ilmuwan yang terkenal
didukung oleh tempat kelahirannya sebagai ibu kota kebudayaan, dan orang tuanya
yang dikenal sebagai pejabat tinggi, juga karena kecerdasannya yang luar biasa.
Sejarah mencatat, bahwa Ibnu Sina melalui pendidikannya pada usia lima tahun di
kota kelahirannya Bukhara. Pengetahuan yang pertama kali ia pelajari ialah
membaca al-qur’an. Setelah itu ia melanjutkan dengan mempelajari ilmu-ilmu
agama islam seperti tafsir, fiqh, ushuluddin dan lain-lain. Berkat ketekunan
dan kecerdasannya, ia berhasil menghafal al-qur’an dan menguasai berbagai
cabang ilmu keislaman pada usia yang belum genap sepuluh tahun.
Ibnu
Sina banyak kaitannya dengan pendidikan, barangkali menyangkut pemikirannya
tentang falsafat ilmu.
Menurut
Ibnu Sina terbagi menjadi 2, yaitu:
·
ilmu yang tak kekal
·
ilmu yang kekal
ilmu
yang kekal dari peranannya sebagai alat dapat disebut logika. Tapi berdasarkan
tujuannya, maka ilmu dapat dibagi menjadi ilmu yang praktis dan ilmu yang
teoritis.
Sejarah
mencatat sejumlah guru yang pernah mendidik Ibnu Sina diantaranya:
·
Mahmud al-Massah (ahli
matematika)
·
Abi Muhammad Ismail
ibn al Husyaini (ahli fiqh)
·
Abi Abdillah an-Natili
(ahli manthiq dan falsafah)
Selanjutnya dengan cara otodidak, ibnu sina mempelajari
ilmu kedokteran secara mendalam, hingga ia menjadi seorang dokter yang
termasyhur pada zamannya. Hal ini didukung oleh kesungguhannya melakukan
penelitian dan praktek pengobatan. Berkenaan dengan ini sebagian para
penerjemah menduga bahwa ibnu sian mempelajari ilmu kedokteran dari ‘Ali abi
Sahl al-Masity dan Abi mansur al-Hasan ibn Nuh al-Qamary. Dengan cara demikian,
ilmu kedokteran mengalami perkembangan yang didukung oleh keluasan teori dan
praktek.
Upaya memperdalam dan menguasai berbagai cabang ilmu
pengetahhuan dilanjutkan ibnu sina pada saat ia memperoleh kesempatan
menggunakan perpustakaan milik Nuh bin Mansyur yang pada saat itu menjadi
sultan di Bukhara. Kesempatan tersebut terjadi karena jasa ibnu sina yang
berhasil mengobati penyakit Sultan tersebut hingga sembuh.
Dengan menenggelamkan diri dalam membaca buku-buku yang
terdapat dalam perpustakaan tersebut, Ibnu Sina berhasil mencapai puncak
kemahiran dalam ilmu pengetahuan. Tidak ada satupun cabang ilmu pengetahuan
yang tieda dipelajari. Hampir setahun lamanya ia membaca dan menelaah buku-buku
yang terdapat perpustakaan tersebut, sampai datang musibah yang memutuskan
semua harapannya, yaitu terjadinya kebakaran pada perpustakaan tersebut hingga
memusnahkan buku-buku yang ada di dalamnya.
Ibnu
Sina dapat leluasa masuk ke perpustakaan istana Samawi yang besar. Ibnu Sina
mengenai perpustakaan itu mengatakan demikian.
“
semua buku yang aku inginkan ada di situ. Bahkan aku menemukan banyak buku yang
kebanyakan orang bahkan tak pernah mengetahui namanya. Aku sendiripun belum
pernah melihatnya dan tidak akan pernah melihatnya lagi. Karena itu aku dengan
giat membaca kitab-kitab itu dan semaksimal mungkin memanfaatkannya. Ketika
usia ku menginjak usia 18 tahun, aku telah berhasil menyelesaikan semua bidang
ilmu. “ ibnu Sina menguasai berbagai ilmu seperti hikmah, mantiq, dan
matematika dengan berbagai cabangnya.
Dalam bidang karir dan pekerjaan yang pertama kali ia
lakukan adalah seperti orang tuanya, yaitu membantu tugas-tugas pangeran Nuh
bin Mansur. Ia misalnya diminta menyusun kumpulan pemikiran filsafat oleh Abu
al-Husain al- ‘Arudi. Untuk ini ia menyusun buku al-majmu’. Setelah ia menulis
buku al-Hasbil wa al-Manshul dan al-Birr wa al-Ism atas permintaan Abu Bakar
al-barqy al-Hawarizmy.
Selanjutnya ketika Ibnu Sina berusia 22 tahun ayahnya
meninggal dunia, dan kemudian terjadi kemelut politik di tubuh pemerintahan Nuh
bin Mansur dan Abd Malik saling berebut kekuasaan, yang dimenangkan Abdul
Malik. Selanjutnya dalam keadaan pemerintahan yang belum stabil itu datang pula
serbuan dari kesultanan Mahmud Al-Ghaznawi, sehingga seluruh wilayah kerajaan
tsamani yang berpusat di Bukhara jatuh ketangan penyerbu itu.
Dalam keadaan situasi politik yang kurang menguntungkan
itu, Ibnu Sina memutuskan diri untuk pergi meninggalkan daerah asalnya. Ia
pergi ke karkang yang termasuk ibu kota Al-Khawarizm. Di kota ini, ibnu sina
berkenalan dengan sejumlah pakar seperti Abu Al-Khair Al-Khamar, Abu Sahl ‘Isa
bin yahya Al-Masity Al-Jurjani, Bu Ar-Rayhan Al-Biruni dan Abu Nashr Al-
‘Iraqi. Setelah itu ibnu sina melanjutkan perjalanan ke Nasa, Abiwarud, Syaqan,
Jajarin dan terus ke Jurjan. Ibnu sina berkesempatan untuk menyelesaikan beberapa
karya tulisnya seperti kitab As-Syifa, An-Najab dan Al-Qanun fi Al-thibb.
Setelah itu ibnu sina terserang penyakit Colic dan karena
keinginannya untuk sembuh demikian kuat, sehingga ia pernah minta obat sampai
delapan kali dalam sehari. Sekalipun jiwanya terancam karena penyakitnya, ia
masih tetap aktif menghadiri sidang-sidang majelis ilmu di Isfhana. Ibnu sina
juga dikenal sebagai seorang ulama yang amat produktif. Buku-buku karangannya
hampir meliputi seluruh cabang ilmu pengatahuan, diantaranya: ilmu kedokteran,
filsafat, ilmu jiwa, fisika, logika, politik dan satra arab.
Karya
Ibnu Sina dalam bidang kedokteran antara lain Al-Qanun fi Al-Thibb. Dalam
bidang filsafat As-Syifa dan An-Najab. Dalam bidang fisika Fi Asam al-‘alum
al-‘aqliyah. Bidang logika Al-Isaquji. Bidang bahasa Arab Lisan Al-‘Arab.
Adapun
dalam bidang agama dibagi menjadi 4 cabang, yakni:
·
Ilmu Akhlak
·
Ilmu cara mengatur
rumah tangga
·
Ilmu tata Negara
·
Ilmu tentang kenabian
Dalam
ilmu politik ini juga termasuk ilmu pendidikan, karena ilmu pendidikan
merupakan ilmu yang berada pada garis terdepan dalam menyiapkan kader-kader
yang siap untuki melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.
Konsep
Pendidikan Ibnu Sina
1. Tujuan Pendidikan
Menurut Ibnu Sina, bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan
pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah
perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi
pekerti. Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus diarahkan pada
upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup dimasyarakat secara bersama-sama
dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat,
kesiapan, kecendrungan dan potensi yang dilmilikinya.
Khusus pendidikan yang bersifat jasmani, ibnu sina
mengatakan hendaknya tujuan pendidikan tidak melupakan pembinaan fisik dan
segala sesuatu yang berkaitan dengannya seperti olah raga, makan, minum, tidur
dan menjaga kebersihan. Ibnu Sina berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah
untuk mencapai kebahagiaan (sa’adat).
Melalui
pendidikan jasmani olahraga, seorang anak diarahkan agar terbina pertumbuhan
fisiknya dan cerdas otaknya. Sedangkan dengan pendidikan budi pekerti di
harapkan seorang anak memiliki kebiasaan bersopan santun dalam pergaulan hidup
sehari-hari. Dan dengan pendidikan kesenian seorang anak diharapkan dapat
mempertajam perasaannya dan meningkat daya khayalnya.
Ibnu
Sina juga mengemukakan tujuan pendidikan yang bersifat keterampilan yang
ditujukan pada pendidikan bidang perkayuan, penyablonan dsb. Sehingga akan
muncul tenaga-tenaga pekerja yang professional yang mampu mengerjakan pekerjaan
secara professional.
Selain itu tujuan pendidikan yang dikemukakan Ibnu Sina
tersebut tampak didasarkan pada pandangannya tentang Insan Kamil (manusia yang
sempurna), yaitu manusia yang terbina seluruh potensi dirinya secara seimbang
dan menyeluruh. Selain harus mengenbangkan potensi dan bakat dirinya secara
optimal dan menyeluruh, juga harus mampu menolong manusia agar eksis dalam
melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di masyarakat.
2. Kurikulum
Secara sederhana istilah kurikulum digunakan untuk
menunjukkan sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai satu
gelar atau ijazah. Pengertian ini sejalan dengan pendapat Crow dan Crow yang
mengatakan bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran yang isisnya sejumlah
mata pelajaran yang disusun secara sistematik yang diperlukan sebagai syarat
untuk menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu.
Kurikulum disini berfungsi sebagai alat mempertemukan kedua
pihak sehingga anak didik dapat mewujudkan bakatnya secara optimal dan belajar
menyumbangkan jasanya untuk meningkatkan mutu kehidupan dalam masyarakatnya.
Konsep
Ibnu Sina tentang kurikulum didasarkan pada tingkat perkembangan usia anak
didik. Untuk usia anak 3 sampai 5 tahun misalnya, menurut Ibnu Sina perlu
diberikan mata pelajaran olahraga, budi pekerti, kebersihan, seni suara, dan
kesenian.
Pelajaran olahraga tersebut diarahkan untuk membina
kesempurnaan pertumbuhan fisik si anak dan berfungsinya organ tubuh secara
optimal. Sedangkan pelajaran budi pekerti diarahkan untuk membekali si anak
agar memiliki kebiasaan sopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Selanjutnya dengan pendidikan kebersihan diarahkan agar si anak memiliki
kebiasaan mencintai kebersihan. Dan dengan pendidikan seni suara dan kesenian
diarahkan agar si anak memiliki ketajaman perasaan dalam mencintai serta
meningkatkan daya khayalnya sebagaimana telah disinggung di atas.
Mengenai mata pelajaran olahraga, Ibnu Sina memiliki
pandangan yang banyak dipengaruhi oleh pandangan psikologisnya. Dalam hubungan
ini Ibnu Sina menjelaskan ketentuan dalam berolahraga yang disesuaikan dengan
tingkat perkembangan usia anak didik serta bakat yang dimilikinya. Dengan cara
demikian dapat diketahui dengan pasti mana saja diantara anak didik yang perlu
diberikan pendidikan olahraga sekedarnya saja, dan mana saja diantara anak
didik yang perlu dilatih olah raga lebih banyak lagi. Ibnu Sina lebih lanjut
memperinci tentang mana saja olahraga yang memerlukan dukungan fisik yang kuat serta
keahlian dan mana saja olahraga yang tergolong ringan, cepat, lambat,
memerlukan peralatan dan sabagainya. Menurutnya semua jenis olahraga ini
disesuaikan dengan kebutuhan bagi kehidupan anak didik.
Dari
sekian banyak olahraga, menurut Ibnu Sina yang perlu dimasukan kedalam
kurikulum adalah olahraga kekuatan, gulat meloncat, jalan cepat, memanah,
berjalan dengan satu kaki dan mengendarai unta.
Mengenai
pelajaran kebersihan, Ibnu Sina mengatakan bahwa pelajaran hidup berusia
dimulai dai sejak anak bangun tidur, ketika hendak makan, sampai ketika hendak
bangun kembali. Dengan cara demikian, dapat diketahui mana saja anak yang telah
dapat menerapkan hidup sehat, dan mana saja anak yang berpenampilan kotor dan
kurang sehat.
Selanjutnya
kurikulum untuk usia 6 sampai 14 tahun menurut Ibnu Sina adalah mencakup
pelajaran membaca dan menghafal al-qur’an, pelajaran agama, pelajaran sya’ir
dan pelajaran olah raga.
Pelajaran membaca dan menghafal menurut Ibnu Sina berguna
di samping untuk mendukung pelaksanaan ibadah yang memerlukan bacaan ayat-ayat
al-qur’an, juga untuk mendukung keberhasilan dalam mempelajari agama islam
seperti pelajaran Tfasi Al-Qur’an, Fiqh, Tauhid, Akhlak dan pelajaran agama
lainnya yang sumber utamanya Al-qur’an. Selain itu pelajaran membaca dan
menghafal Al-Qur’an juga mendukung keberhasilan dalam mempelajari bahasa arab,
karena dengan menguasai Al-Qur’an berarti ia telah menguasai kosa kata bahasa
arab atau bahasa Al-qur’an. Dengan demikian penetapan pelajaran membaca
Al-qur’an tampak bersifat startegis dan mendasar, baik dilihat dari segi
pembinaan sebagai pribadi muslim, maupun dari segi pembentukan ilmuwan muslim,
sebagaimana yang diperlihatkan Ibnu Sina sendiri. Sudah menjadi alat kebiasaan
umat islam mendahulukan pelajaran Al-Qur’an dari yang lain-lain.
Hikmahnya
:
untuk mengambil berkat
dan mengharapkan pahala khawatir kalau
anak-anak tidak terus belajar lalu keluar sebelum sampai membaca/ menghafal
al-qur’an. Akhirnya anak-anak tidak mengenal al-qur’an sama sekali.
Selanjutnya
kurikulum untuk usia 14 tahun ke atas menurut Ibnu Sina mata pelajaran yang
diberikan amat banyak jumlahnya, namun pelajaran tersebut perlu dipilih sesuai
dengan bakat dan minat si anak. Ini menunjukkan perlu adanya pertimbangan
dengan kesiapan anak didik. Dengan cara demikian, si anak akan memiliki
kesiapan untuk menerima pelajaran tersebut dengan baik. Ibnu sina menganjurkan
kepada para pendidik agar memilihkan jenis pelajaran yang berkaitan dengan
keahlian tertentu yang dapat dikembangkan lebih lanjut oleh muridnya.
Kedua,
bahwa startegi penyusunan kurikulum yang ditawarkan Ibnu Sina juga didasarkan
pada pemikiran yang bersifat pragmatis fungsional, yakni dengan melihat segi
kegunaan dari ilmu dan keterampilan yang dipelajari dengan tuntutan masyarakat,
atau berorientasi pasar (marketing oriented). Dengan cara demikian, setiap
lulusan pendidikan akan siap difungsikan dalam berbagai lapangan pekerjaan yang
ada dimasyarakat.
Ketiga,
strategi pembentukan kurikulum Ibnu Sina tampak sangat dipengaruhi oleh
pengalaman yang terdapat dalam dirinya. Pengalaman pribadinya dalam mempelajari
berbagai macam, ilmu dan keterampilan ia coba tuangkan dalam konsep
kurikulumnya. Dengan kata lain, ia menghendaki agar setiap orang yang
mempelajari berbagai ilmu dan keahlian menempuh sebagaimana cara yang ia
lakukan.
Dengan
melihat ciri-ciri tersebut dapat dikatakan bahwa konsep kurikulum Ibnu Sina
telah memenuhi persyaratan penyusunan kurikulum yang dikehendaki masyarakat
modern saat ini. Konsep kurikulum untuk anak 3 sampai 5 tahun misalnya, tampak
masih cocok untuk diterapkan dimasa sekarang, seperti pada kurikulum Taman
Kanak-Kanak.
Metode
Pengajaran
Konsep metode yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain
terlihat pada setiap materi pelajaran. Dalam setiap pembahasan materi pelajaran
Ibnu Sina selalu membicarakan tentang cara mengajarkan kepada anak didik.
Berdasarkan pertimbangan psikologisnya, Ibnu Sina berpendapat bahwa suatu
materi pelajaran tertentu tidak akan dapat dijelaskan kepada bermacam-macam
anak didik dengan satu cara saja, melainkan harus dicapai dengan berbagai cara
sesuai dengan perkembangan psikologisnya.
Penyampaian materi pelajaran pada anak menurutnya harus
disesuaikan dengan sifat dari materi pelajaran tersebut, sehingga antara metode
dengan materi yang diajarkan tidak akan kehilangan daya relevansinya. Metode
pengajaran yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain metode talqin, demonstrasi,
pembiasaan dan teladan, diskusi magang, dan penugasan.
Yang
dimaksud dengan metode talqin dalam cara kerjanya digunakan untuk mengajarkan
membaca al-qur’an, dimulai dengan cara memperdengarkan bacaan al-qur’an kepada
anak didik sebagian demi sebagian. Setelah itu anak tersebut disuruh mendengarkan
dan disuruh mengulangi bacaan tersebut perlahan-lahan dan dilakukan
berulang-ulang hingga hafal. Cara seperti ini dalam ilmu pendidikan modern
dikenal dengan nama tutor sebaya, sebagaimana dikenal dalam pengajaran dengan
modul.
Selanjutnya
mengenai metode demontrasi menurut Ibnu Sina dapat digunakan dalam cara
mengajar menulis. Menurutnya jika seorang guru akan mempergunakan metode
tersebut, maka terlebih dahulu ia mencontohkan tulisan huruf hijaiyah di
hadapan murid-muriodnya. Setelah itu barulah menyuruh para murid untuk
mendengarkan ucapan huruf-huruf hijaiyyah sesuai dengan makhrajnya dan
dilanjutkan dengan mendemonstrasikan cara menulisnya.
Berkenaan
dengan metode pembiasaan dan teladan, Ibnu Sina mengatakan bahwa pembiasaan
adalah termasuk salah satu metode pengajaran yang paling efektif, khususnya
dalam mengajarkan akhlak. Cara tersebut secara umum dilakukan dengan pembiasaan
dan teladan yang disesuaikan dengan perkembangan jiwa si anak, sebagaimana hal
ini telah disinggung pada uraian diatas.
Selanjutnya
metode diskusi dapat dilakukan dengan cara penyajian pelajaran dimana siswa
dihadapkan pada suatu masalah yang dapat berupa pertanyaan yang bersifat
problematik untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
Berkenaan
dengan metode magang, Ibnu Sina telah menggunakan metode ini dalam kegiatan
pengajaran yang dilakukannya. Para murid Ibnu Sina yang mempelajari ilmu
kedokteran dianjurkan agar menggabungkan teori dan praktek. Yaitu satu hari
diruang kelas untuk mempelajari teori dan hari berikutnya mempraktekan teori
tersebut dirumah sakit atau balai kesehatan.
Selanjutnya
berkenaan dengan metode penugasan adalah cara penyajian bahan pelajaran dimana
guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Dalam
bahasa arab pengajaran dengan penugasan ini dikenal dnegan istilah at-ta’iim bi
al-marasil ( pengajaran dengan mengirimkan sejumlah naskah atau modul ).
Dalam
keseluruhan uraian mengenai metode pengajaran tersebut diatas terdapat empat
ciri penting, yakni:
uraian tentang berbagai
metode tersebut memperlihatkan adanya keinginan yang besar dari ibnu sina
terhadap keberhasilan pengajaran. Setiap
metode yang ditawarkannya selalu dilihat dalam perspektif kesesuaiannya dengan
bidang studi yang diajarkannya serta tingkat usia peserta didik.
metode pengajaran yang ditawarkan Ibnu Sina juga selalu memperhatikan minat dan bakat si anak didik. Metode yang ditawarkan ibnu Sina telah mencakup pengajaran yang menyeluruh mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan tingkat perguruan tinggi.
metode pengajaran yang ditawarkan Ibnu Sina juga selalu memperhatikan minat dan bakat si anak didik. Metode yang ditawarkan ibnu Sina telah mencakup pengajaran yang menyeluruh mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan tingkat perguruan tinggi.
Ciri-ciri
metode tersebut hingga sekarang masih banyak digunakan dalam kegiatan belajar
mengajar. Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran Ibnu Sina dalam bidang metode
pengajaran masih relevan dengan tuntutan zaman.
4. Konsep Guru.
Konsep
guru yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain berkisar tentang guru yang baik.
Dalam hubungan ini Ibnu Sina mengatakan bahwa guru yang baik adalah berakal
cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akhlak, cakap dalam mendidik anak,
berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main dihadapan muridnya,
tidak bermuka masam, sopan santun, dan suci murni.
Lebih
lanjut Ibnu Sina menambahkan bahwa seorang guru itu sebaiknya dari kaum pria
yang terhormat dan menonjol budi pekertinya, cerdas, teliti, sabar, telaten
dalam membimbing anak-anak, adil, hemat dalam penggunaan waktu, gemar bergaul
dengan anak-anak dll.
Berkenaan
dengan tugas pendidikan, maka tugas seorang guru tidaklah mudah. Sebab pada
hakekatnya tugas pendidikan yang utama adalah membentuk perkembangan anak dan
membiasakan kebiasaan yang baik dan sifat-sifat yang baik menjadi faktor utama
guna mencapai kebahagiaan anak, oleh karena itu orang yang ditiru hendaklah
menjadi pemimpin yang baik, contoh yang bagus dan berakhlak hingga tidak
meninggalkan kesan buruk dalam jiwa anak yang menirunya.
Jika
diamati secara seksama, tampak bahwa potret guru yang dikehendaki Ibnu Sina
adalah guru yang lebih lengkap dari potret guru yang dikemukakan para ahli
sebelumnya. Dalam pendapatnya itu Ibnu Sina selain menekankan unsur kompetensi
atau kecakapan dalam mengajar, juga berkepribadian yang baik. Dengan kompetensi
itu, seorang guru akan dapat mencerdaskan anak didiknya dengan berbagai
pengetahuan yang diajarkannya, dan dengan akhlak ia dapat membina mental dan
akhlak anak.
5. Konsep Hukuman dalam Pengajaran
Ibnu
Sina pada dasarnya tidak berkenan menggunakan hukuman dalam kegiatan
pengajaran. Hal ini didasarkan pada sikapnya yang sangat menghargai martabat
manusia. Namun dalam keadaan terpaksa hukuman dapat dilakukan dengan cara yang
amat hati-hati. Ibnu Sina menyadari sepenuhnya, bahwa manusia memiliki naluri
yang selalu ingin disayang, tidak suka diperlakukan kasar dan lebih suka
diperlakukan halus. Atas dasar pandangan kemanusiaan inilah maka Ibnu Sina
sangat membatasi pelaksanaan hukuman.
Penggunaan-penggunaan
bantuan tangan adalah pembantu paling diandalkan dan merupakan seni bagi
seorang pendidik. Dengan ada kontrol secara terus-menerus, maka mendidik anak
dapat diawasi dan diarahkan sesuai dengan tujuan pendidikan.
Ibnu
Sina membolehkan pelaksanaan hukuman dengan cara yang ekstra hati-hati, dan hal
itu hanya boleh dilakukan dalam keadaan terpaksa atau tidak normal. Sedangkan
dalam keadaan normal, hukuman tidak boleh dilakukan. Sikap humanistik ini
sangat sejalan dengan alam demokrasi yang menuntut keadilan, kemanusiaan,
kesederajatan, dan sebagainya.
Pemikiran pendidikan Ibnu Sina
tampaknya telah membuka selubung keagungan tokoh ini. Di dunia barat sendiri
pemikiran pendidikan anak baru dilakukan menjelang abad ke-18. Dietrich
Tiediman (1787) merupakan orang pertama kali di dunia barat yang menyusun
psikologi anak-anak. Kemudian disusul oleh buku Die Seele Des Kindes karangan
Wilhelm Preyer (1882) barulah para ahli pendidikan di barat mempelajari
anak-anak melalui kajian ilmiah.
Begitu
komprehensif bukan tokoh Islam ini menjabarkan Psikologi Pendidikan??
Tidak ada komentar:
Posting Komentar